1.BUBBLE LETER
I found the most cool graffiti alphabet bubbles on the theme of cool
graffiti alphabet bubble and make it easy for you to correct here.
Browsing a directory of free fonts Bubble cold and letters. You also can download and manage fonts on your computer.
Most cool graffiti alphabet bubbles
letters are available here are free to apply personal and so nice to
respect the rights of the author of the font. As we also know that for
every writer one with cool graffiti alphabet bubbles letters posted on
internet sites.
Go to our cool graffiti alphabet bubbles
letters page at a time to check out some cool font, font style bubble
blocks, graffiti font style and a lot of patterns you can download
fonts. We believe you like it.
2. GRAFITI FONTS
Graffiti is usually appeared as images or lettering scratched,
scrawled, painted or marked in any manner on property. Graffiti has been
existing since very ancient times in Ancient Greece and the Roman
Empire. In ancient Rome, people don’t have a photocopier or a fax
machine or a newspaper so when you have a written message to let other
know, you scratched it on a wall. In modern, however, graffiti is
considered illegal in a lot of countries. But a country that with
significant tradition in graffiti is Brazil and Sao Paulo, the largest
city of Brazil, is considered to be the current centre of inspiration
for graffiti artists.
Graffiti can have different styles. Tagging is the simplest type of
graffiti, usually done quickly in spray paint, markers or pens and
lacking artistic form; A throw-up involves more work than tagging,
usually having two or three colors and done in bubble letters;
Stenciling can be a quick way to produce more complicated graffiti
designs and by using two or more layers, you can produce color-rich
designs; Wildstyle is a form of graffiti that was made popular by
graffiti artists like Tracy 168, Zephyr in NYC. Graffiti in Wildstyle is
relatively more complicated and artistic. There are other forms of
styles such as blockbuster, hip-hop, heaven, stickers, wheatpasting etc.
So there are really a lot of styles of graffiti, hence, graffti fonts.
Depending on your preferences, there are many fonts that can be used for graffiti purposes such as bubble fonts, stencil fonts, outline fonts
etc. However, for complicated graffiti styles, they can never be
achieved by fonts. Graffiti fonts can be a good way to study graffiti
letters or graffiti alphabet, but you really should learn to express in
your own style. As for graffiti fonts downloading, there are really a
lot of websites that will allows you to download various graffiti fonts
for free. If you do not wish to download and install any font on your
computer. Check our tool below.
3. GRAFITI ART
Graffiti
dahulunya adalah dianggap seperti pedagang kaki lima yang hanya bisa
merusak keindahan/pemandangan kota(VANDALISM)....tetapi di zaman
sekarang ,,graffiti sudah dianggap sebagai KARYA SENI(ART)...
Sebenarnya...apakah graffiti itu art atau vandalism....??
Sebuah tanda tanya besar bagi orang yang belum menguasai apa arti graffiti...
di sini anda dapat mengetahi itu...!!
Dinding-dinding
di sepanjang Jalan Tamblong yang semula putih bersih, kini sedikit
berwarna. Kini, selain dipenuhi oleh "flyers" dan poster yang ditempel
sembarangan, coretan-coretan jahil yang dibuat dengan cat semprot, juga
mulai memenuhi dinding-dinding tersebut. Bikin mata orang-orang yang
lalu lalang, mau nggak mau seperti tersihir untuk melihat atau sekadar
melirik. Katanya sih, itu adalah graffiti, coretan yang dibuat untuk
mengekspresikan kebebasan.
Graffiti yang berasal dari bahasa
Yunani "graphein" (menuliskan), diartikan oleh wikipedia.org sebagai
coretan pada dinding atau permukaan di tempat-tempat umum, atau tempat
pribadi. Coretan tersebut, bentuknya bisa berupa seni, gambar, atau
hanya berupa kata-kata. Graffiti yang banyak bertebaran di jalanan kota
Bandung, masih sebatas coretan kata-kata yang merupakan identitas geng
atau malah hanya berupa nama. "Itu masih bisa dikategorikan sebagai
seni, walau mungkin pada levelnya berbeda, ya," ungkap Roy, seorang
pelaku graffiti yang sempat belia temui ketika membuat satu graffiti di
sebuah distro di bilangan Jalan Burangrang, Jumat (9/12).
Penggunaan
cat semprot untuk bikin sebuah graffiti, sudah mulai dikenal di New
York, akhir tahun 60-an. Coretan pertama dengan cat semprot, dilakukan
pada sebuah kereta subway. Seorang bernama Taki yang tinggal di 183rd
Street Washington Heights, selalu menuliskan namanya, entah itu di dalam
kereta subway, atau di bagian luar dan dalam bis. Taki183, gitu bunyi
tulisan yang ia buat menggunakan spidol. Taki ini seperti ingin
nunjukkin identitas dirinya. 183 yang ia tulis setelah namanya,
nunjukkin tempat tinggalnya.
Gara-gara coretannya tersebut,
orang-orang di seluruh kota jadi kenal dengan Taki, lewat
coretan-coretan misteriusnya. Di tahun 1971, mister Taki ini diinterview
oleh sebuah majalah terbitan New York. Dari situlah, kepopuleran Taki
diikuti oleh anak-anak seluruh New York. Anak-anak ini tertarik karena
kepopuleran bisa diperoleh dengan hanya menuliskan identitas mereka
--disebut juga tagging-- pada bus atau kereta yang melewati seluruh
kota. Semakin banyak nama atau identitas seorang anak, sudah pasti ia
akan semakin populer.
Setelah spidol, media yang kemudian biasa
digunakan adalah cat semprot, yang dipakai untuk nge-bomb (istilah untuk
menyemprot) bagian luar kereta. Karena semakin banyaknya orang-orang
yang bikin tagging, nggak heran kalau setiap writers, pengen punya style
sendiri. Dari situ, mereka nambahin warna-warna yang eyecatching,
efek-efek khusus, bahkan mereka mencoba untuk menuliskan namanya lebih
besar. Dengan bantuan cat semprot, pengerjaan graffiti ini lebih cepet
beres.
Makanya, untuk mengantisipasi tagging yang mulai mewabah,
pihak kepolisian setempat sampai melarang penjualan cat semprot pada
anak-anak di bawah umur. Saking banyaknya pelaku graffiti, di Meksiko
pun diberlakukan aturan serupa. Bahkan, setiap pembeli cat semprot harus
menunjukkan identitas yang jelas dan menyertakan alasan untuk apa cat
semprot itu digunakan.
"Bikin graffiti di public space itu
seperti punya gengsi sendiri. Selain itu adrenalin bakal terpacu, karena
takut dikejar polisi atau gangster," kenang Roy, yang pernah ke-gap
sama gangster pas bikin graffiti di public space. Yup. Selalu public
space yang menjadi sasaran para seniman jalanan ini untuk berkreasi.
"Sebagian orang ada yang nganggep graffiti sebagai karya seni, tapi
nggak sedikit juga yang bilang kalau coretan-coretan itu malah
ngerusak," kata Radi, seorang mahasiswa seni lukis Fakultas Seni Rupa
dan Desain (FSRD) ITB.
Jika graffiti ini dilakukan tanpa seizin
pemilik tempat, perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai tindakan
vandal. Mungkin banyak di antara Belia yang belum tau apa itu arti
vandalisme. Vandalisme bisa diartikan sebagai tindakan yang merusak
properti orang lain. It means, graffiti atau mural yang dilakukan tanpa
izin di tempat-tempat umum, bisa dikategorikan sebagai vandalisme.
Sementara, banyak orang yang berpendapat, kalau graffiti di
dinding-dinding jalan, masih lebih baik daripada dinding-dinding
tersebut kotor, tidak terawat, dan penuh dengan tempelan flyers atau
brosur-brosur yang nggak penting.
Kalau Belia lewat Jalan
Siliwangi, mata terasa lebih segar karena ngeliat mural di sepanjang
dinding jalan, pasti setuju kalau karya seni yang seperti itu bukan
termasuk perbuatan vandal. "Iyalah. Soalnya mural di Siliwangi itu legal
kok. Pihak Pemda, sekitar dua tahun lalu, pernah ngasih proyek itu buat
kita," kata Yogie, yang bareng Radi, jadi konseptor pembuatan mural
tersebut.
Mural yang berarti lukisan pada permukaan yang lebar,
memang terasa lebih legal dibandingkan dengan graffiti yang berkesan
liar. "Bedanya sih, mungkin hanya pada medianya aja ya. Kalau graffiti
banyak pake cat semprot, sementara mural make cat tembok. Kalau nyeni
atau nggaknya ya, tergantung yang liat. Nggak ada parameter khusus,"
lanjut Yogie.
Senada dengan Yogie, Roy pun bilang kalau bagus
atau jelek itu relatif. "Susah sih, kalau mau bilang bagus atau jelek.
Isi tulisan-tulisannya, mungkin dibilang jelek tapi malah keinget terus
sama yang baca. Tapi graffiti di film Alexandria saya bilang butut,
sementara orang lain mungkin bilang itu bagus," tandas Roy sembari
memberi contoh.
Legal atau nggaknya sebuah karya di jalanan, bagi
Roy yang juga lulusan FSRD ini, tetap dinilai sebagai sebuah karya. "Di
Jogja, graffiti dan mural malah dilegalkan. Pemerintah setempat
ngebolehin, bahkan menyediakan lahan untuk para street art berkarya.
Sementara di Bandung, belum ada pelegalan seperti itu. Beda ceritanya
kalau lu punya duit," katanya sedikit berapi-api.
Alih-alih
sebagai tindakan vandal, graffiti, mural, tagging, dan sebagainya adalah
merupakan kebebasan berekspresi. Tetapi, kebebasan berekspresi saat ini
masih didominasi oleh kaum berduit, yang mampu membeli tempat untuk
menumpahkan kreativitasnya. Sementara para seniman jalanan, mesti
sembunyi-sembunyi atau malah kejar-kejaran dengan pihak aparat hanya
untuk berkreasi. "Seniman yang jelas-jelas bikin karya di privat place
aja sempat dibakar aparat, apalagi street art yang berkarya di public
space," lanjut Roy.
Setiap seniman punya style masing-masing
untuk mengekspresikan karyanya. Makanya, tidak sedikit seniman yang
malah "bersaing" untuk bisa menciptakan karya bagus di tempat yang lebih
lebar, misalnya, atau untuk meraih kepopuleran. Selain saingan, ada
juga proses pembelajaran yang diturunkan dari seniman yang tergolong
kelas senior kepada juniornya. "Yang baru belajar biasanya jadi kenek
dulu. Kerjaannya masih sebatas ngewarnain, atau bantuin yang gampang.
Seniornya, yang bikin sketsa di kertas dan di dinding," ujar Roy.
Proses
bikin graffiti atau mural kurang lebih sama. Pertama, sketsa dibuat
pada kertas, lalu kemudian sketsa tersebut dipindahkan ke dinding. "Yang
lebih gampang sih, si sketsa udah "ditembakkin" pake proyektor, jadi
nggak perlu bikin sketsa di tembok. Tapi, ya, gengsinya mungkin lebih
turun kalau dibantu pake proyektor," kata Roy lagi.
Nggak sedikit
duit yang dikeluarin untuk bikin satu graffiti atau mural. "Untuk bikin
gambar di tembok yang berukuran sedang, bisa habis kira-kira dua puluh
kaleng cat semprot. Sementara ini (garasi distro yang sedang dibuat
graffiti-red) abis 40an kaleng," jelas Roy.
Sayang banget kan
kalau hanya ngabisin cat semprot untuk tulisan-tulisan yang nggak ada
maknanya, atau malah bikin sebel orang yang liat. Radi dan Yogie pun
punya pendapat serupa. "Kalau mau bikin graffiti atau mural, mending
sekalian yang edun, daripada hanya tulisan atau gambar yang teu
kaharti."katanya.
Graffiti sampai kapan pun mungkin bakal jadi
kontroversi. Di satu pihak bakal bilang kalau graffiti itu perbuatan
vandal, tapi pihak yang lain mengartikan seni, kebebasan berekspresi.
Lain halnya di Yogyakarta, yang setiap seniman bebas berkarya, pihak
pemerintah pun nggak perlu repot-repot ngejar-ngejar seniman yang
bandel. Karya yang nggak bikin sakit mata, lebih-lebih sakit hati, tentu
bakal diapresiasi dengan baik oleh masyarakat. Kebebasan berekspresi
bisa saja diredam, tapi nggak bisa dihentikan.