Friday 28 December 2012

SENI kaligrafi

SENI kaligrafi, yang mendapatkan popularitas dan tempatnya tersendiri dalam kesenian Islam, karena tujuan awalnya untuk memperindah lafal Allah dan didukung oleh ayat Alquran (QS 68: 1 dan 96: 4), muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, serta langsung mejadi primadona kesenian Islam.  
“Kaligrafi lebih ditekankan pada al-khat al-jamilah, atau aksara yang sudah dipoles dengan keindahan, bukan tulisan biasa. Kata kaligrafi sendiri berakar dari bahasa Yunani: kalios (indah) dan graphos (tulisan),” ujar D Sirojuddin AR dalam diskusi seni kaligrafi Islam di Galeri Cipta II TIM, Jakarta, 4 Agustus 2012.
Menurut Philip K Hitti dalam History of the Arabs, pada tahap berikutnya, kaligarafi sepenuhnya menjadi karya seni Islam, dan pengaruhnya terhadap seni lukis diakui oleh banyak kalangan. Melalui karya kaligrafi, seorang muslim berusaha mencari saluran untuk menyalurkan bakat seninya yang tidak bisa diekspresikan melalui representasi objek-objek yang hidup.
“Seorang kaligrafer menempati kedudukan yang terhormat dan mulia melebihi kedudukan para pelukis karena banyak penguasa muslim yang berusaha mendapatkan kemuliaan agama dengan cara memperindah salinan Alquran,” tulis Philip.
Diaspora kaligrafi ke Indonesia setua gerakan pengislaman itu sendiri. Artefak kaligrafi kuno dapat ditemukan pada makam Islam kuno, mushaf Alquran tua serta naskah perjanjian kerajaan Islam di Indonesia. Dalam perkembangannya muncul kaligrafi dalam wujud manusia dan hewan.
Seni kaligrafi di Indonesia tidak hanya dibuat oleh penulis murni kaligrafi (khattat), tapi juga pelukis kaligrafi. Keduanya telah memperkaya perkembangan kaligrafi. “Sebagai sebuah ilmu, maka kaligrafi memiliki metode dan pembaruan dalam desain hurufnya,” kata Sirojuddin. Meski terkadang terjadi perbedaan, pada akhirnya para khattat dapat menerimanya. “Para khattat kemudian menyadari bahwa mereka kurang wawasan teknik, kurang mengenal ragam media, terlampau lama terisolasi dari khalayak serta kelemahan bahasa rupa,” jelas Sirojuddin.
Perkembangan kaligrafi sebagai karya seni rupa juga tak lepas dari perkembangan seni rupa kontemporer dunia sebagai wujud pembaruan atas kaidah murni kaligrafi klasik. Mereka berusaha membebaskan diri dari gaya kaligrafi dominan seperti gaya Naskhi, Sulus, Farisi, Diwani, Diwani Jalil, Kufi dan Riq’ah. Lamya Al Faruqi dalam Atlas Budaya Islam, membagi corak kaligrafi Islam kontemporer menjadi kategori tradisional, figural, ekspresionis, simbolis dan abstrak.
Khusus mengenai kaligrafi simbolik, Sirojuddin menerangkan, “di Indonesia sendiri telah lama dikenal bentuk rajah atau jimat, biasanya di dalamnya adalah kaligrafi yang dibentuk menyerupai pedang atau sejenisnya."
Langgam kaligrafi kontemporer lebih mengarah pada pengayaan tema seperti dua dimensi dan tiga dimensi. Para pelukis Indonesia macam AD Pirous, Ahmad Sadali, Amang Rahman, dan Amri Yahya, telah meramaikan seni kaligrafi kontemporer yang menekankan pada eksplorasi teknik dan kebebasan berekspresi.
Keterlibatan pelukis dalam dunia kaligrafi memunculkan istilah “lukisan kaligrafi” atau “kaligrafi lukis”. Kedua istilah ini muncul kali pertama pada MTQ nasional XI tahun 1979 di Semarang. Lukisan kaligrafi sering dihubungkan dengan berbagai ragam teknik penggarapan karya seperti teknik batik, teknik grafis, teknik ukir kayu maupun teknik cor logam. Dalam khazanah lukisan kaligrafi di Indonesia, sebuah huruf yang dilukis tidak hanya menampilkan "huruf" itu sendiri secara mandiri.
"Keberadaan ′huruf′ dalam sebuah lukisan kaligrafi merupakan bentuk pernyataan integral dalam sebuah lukisan itu sendiri," ujar Sirojuddin "di sini huruf menjadi salah satu elemen penyokong dalam sebuah lukisan."
Kenyataan sejarah dan pergumulan para khattat serta pelukis kaligrafi dalam mencari sebuah gaya baru, menjadi dasar diselenggarakannya Pameran Seni Dalam Kaligrafi Islam yang diselenggarakan oleh civitas akademika FSRD IKJ mulai 1-8 Agustus 2012. Dick Syahrir selaku ketua panitia pameran menerangkan, "Pameran ini mencoba mengembangkan sense of art dari para civitas akademika FSRD IKJ di bidang kaligrafi Islam untuk mencoba menemukan hal-hal baru,” ujarnya, “dan momentum Ramadan cocok untuk penyelenggaraan pameran ini."
Pada acara tersebut dipamerkan 49 lukisan dan 18 instalasi tiga dimensi. Salah satu karya lukisan kaligrafi yang cukup menyita perhatian adalah lukisan berukuran 200 x 130 cm, bertajuk "Alif Lam Mim" karya Srihadi Sudharsono. Sedangkan satu karya instalasi yang juga “misterius” adalah karya Agus Salim yang berjudul "Alif" berbahan kayu nangka dengan cukilan. Patung kayu tiga dimensi ini mengingatkan pada lukisan "Alif" milik Sosrokartono, kakak RA Kartini, yang dibuatnya di Bandung. "Mungkin saja karya ini terinspirasi dari Alif-nya Sosrokartono karena seniman-nya sendiri juga berasal dari Jepara," ujar Dick Syahrir.
 






 

Related Post:



0

0 comments:

Post a Comment

SELAMAT DATANG SEMOGA ANDA SENANG DENGAN BLOGNYA ( ^_^ )